LAUT SANG PELAUT



Lautan biru, kadang arusnya sangat tenang, bahkan tidak sedikit pun riaknya terlihat.

Hanya tenang, damai, dalam pandang sang nyiur di tepinya.


Tapi kadang, lautan yang sama, tibalah arusnya mulai berkejaran

 tidak ada pertanda satupun, tiba-tiba saja berombak kecil,

kemudian berombak tinggi,

seakan membentak barisan nyiur yang sebelumnya luwes berdansa dengan angin.


Sedang Pelaut yang berlayar jauh hingga ujung garis lurus lautan,

seringkali bersantai merebahkan lelah pada ujung perahu.

Jika lautnya mengamuk, arus berlomba berkejar menuju tepi, tidak ada waktu untuk merebah lelahnya, berdirilah ia mengatur kendali layar, menegang kedua pijaknya, mata yang awas membaca gerak ombak, mengindera hantaman angin, tetap kokoh berjaga entah kapan arus mereda.


Sungguh, lautan ini layaknya perempuan yang arus cuacanya sering berubah tingkah, tanpa aba. Dan pelaut ini layaknya laki-laki yang harus bertahan dalam segala arus cuaca lautan.

Dan PERAHU? Apakah perahu ini adalah . . . . . 


https://penakota.id/penulis/elisk/15126/LAUT-SANG-PELAUT

Comments

Popular Posts