SURAT UNTUK RENJANA 3
SURAT UNTUK RENJANA 3
Sore ini, Ibu baru pulang ngajar, nak.
Baru saja Ibu sampai rumah, Kau menelepon Ibu, dengan gesit Ibu pencet pilihan record agar suaramu bisa direkam untuk kemudian Ibu kirim ke Ayah.
Pagi tadi, Ayahmu berangkat lagi menuju Samarinda untuk melanjutkan radiasi hari ke-5.
Ada kesedihan mendalam bagi Ibu kala dua hari sebelumnya, Ayah kembali untuk beristirahat di rumah. Berat badan ayah turun 5kg. Sangat terlihat turun drastis. Saat Ayah kembali, pada Sabtu dan Minggu, itu berarti tidak ada jadwal radiasi. Ayah pulang berkumpul lagi bersama kita, Ayah meminta tolong kepada Ibu untuk menyeka badannya, saking lemasnya untuk beranjak ke kamar mandi.
Kerongkongan Ibu serasa ingin pecah, mata ibu serasa ingin meledak.
Sulit Ibu menahan air mata untuk tidak keluar saat Ibu menyeka satu persatu sisi badan Ayahmu.
Sedih Ibu melihat kondisi badannya yang sudah terasa seperti hanya tulang dan kulit. Ibu telan semua kesedihan, tidak Ibu keluarkan melalui air mata. Susah payah Ibu mengatur napas untuk tidak sesak menahan air mata. Sesekali Ibu bercanda dengan memencet siku tangannya yang sudah mulai menonjol karena lapisan kulit yang semakin menampakkan tulangnya, pertanda berat badannya sangat turun drastis.
Pagi tadi, perjalanan dua jam, Ayah dan Uti mu sampai di Samarinda. Ibu dikirimkan foto Ayah yang duduk di kursi roda. Ayah mengeluh tidak sanggup lagi berjalan. Butuh Kursi roda. Saat Ibu menerima foto itu, hancur lagi hati Ibu. Mendadak Ibu masuk ke kamar mandi kantor untuk segera mengatur perasaan. Ibu tidak mau menangis. Ibu tidak mau terlihat drama dan menjawab pertanyaan apapun jika terlihat seperti habis nangis.
Sepulang ngajar ini, Ibu tidak langsung melepas baju kerja, Ibu langsung berbaring di tempat terakhir Ayahmu berbaring sebelum ke Samarinda untuk berobat. Ibu merebahkan badan, berusaha mencium aroma terakhir di bantal dan guling Ayah. Ibu kangen sama Ayah yang segar, sehat, kuat. Ibu melihat sepiring nasi goreng yang tersisa setengah pertanda ayahmu bisa sarapan lagi dengan nasi. Ibu melihat sebaskom kecil air seka yang digunakan Ayah sebelum berangkat ke samarinda. Semakin pecah tangis Ibu saat ini. Ibu peluk kuat-kuat bantal yang ayah gunakan semalam tadi, ibu biarkan air mata ini membasahi. Dengan begitu, Ibu lega menahan tangis yang sengaja Ibu simpan beberapa hari saat Ayah beristirahat di rumah.
Kisah kami, Renjana kami, Ibu saat ini seperti posesif kepadamu. Ibu tidak ingin Kisah sakit. Ibu betul-betul mengawasi apa yang kau makan, apa yang kau minum, Ibu mewanti-wanti nenek dan kakek yang saat ini menjagamu untuk menjauhi makanan-makanan yang tidak sehat. Walaupun kau suka es krim, sengaja tidak ibu belikan, Ibu minta maaf, karena Ibu tidak mau Kisah sakit, walaupun itu demam. Ibu khawatir sangat dalam.
Kisah kami, Renjana kami, teruslah membahagiakan kami dengan caramu,
Doakan selalu Ayahmu,
Semoga Aayah segera sembuh dan berkumpul dengan kita lagi,
Bontang, 5 Agustus 2019
Comments
Post a Comment