LESTARI RINDU
Seperti matahari mencemburui air hujan.
Menutupi langkahnya hingga sang makhluk ragu mengungkap sinarnya. Terik kah mendung. Mungkin banyak yg meminta sang hujan memeliharanya dengan setitik rindu. Yg menetes tak terbendung,
hingga di balik kaca jendela terpantul dua garis tetes rindu, tak sanggup diusapnya memandangi kelebat hujan sore itu. Dia tak membenci hujan. Jatuh cintanya terlalu dangkal. hujanlah bibit dari segala ranumnya kerinduan.
Jika seratus hari hujan, maka selama itu lah hujan wajahnya akan ranum. Memanen rindu dengan tawa, tangis, amarah, dan penyesalan.
Masih dibalik pantulan kaca jendela, sudah kelima kali dia meratakan airmatanya semuka. Sudah hampir gelap hujan pun tak lelah. Menunggu menyerahnya hujan memanen rindu.
Rindu. Satu termanis anugerah Tuhan.
Bahkan mencium satu aroma, semenit alunan lagu, bisa memunculkan rindu yg luas. Membuat khayal semakin hidup.
Hanya butuh sebingkai jendela untuk meratapi yg sesungguhnya tak ingin dihinggapi. Topang dagu sesekali memanen tetesan airmata kerinduannya.
Jika sore selalu berhasil mengikat rindu, maka senja selalu berhasil melepaskan ikatan rindu dengan puncak haru masa lalu.
-elsk-
Comments
Post a Comment